Senin, 03 Oktober 2011

Seniman: Dua-Terinspirasi

Seiring kali aku berkata,
Ketika orang memuji milikku, bahwa sesungguhnya ini hanya titipan.
Bahwa mobilku hanya titipan Nya, bahwa rumahku hanya titipanNya, bahwa hartaku hanya titipanNya.
Tetapi, mengapa aku tidak pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku?

Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milikNya ini? Apakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku? Mengapa hatiku terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali olehNya?

Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah, kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka, kusebut dengan panggilan apa saja yang melukiskan bahwa itu adalah derita.

Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku, aku ingin lebih banyak harta, lebih banyak mobil, lebih banyak rumah, lebih banyak popularitas, dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan.

Seolah semua  “derita” adalah hukuman bagiku. Seolah keadilan dan kasihNya harus berjalan seperti matematika: “aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku, dan nikmat dunia kerap menghampiriku.

Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan kekasih. Kuminta Dia membalas “perlakuan baikku” dan menolak keputusanNya yang tak sesuai keinginanku,

Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah...

“Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja”


Puisi WS Rendra: Makna Sebuah Titipan

Karena membaca entah mawar atau terataimu,
Aku putuskan membuat entri baru dengan karya yang berbeda ^^
Karya ini mengingatkanku pada angka DUA yang beberapa hari yang lalu sudah kuterbitkan.
Terima kasih senimanku, semangatku mempelajari hal-hal baru tetap ada, juga dimulai karenamu.
Dan Tuhanku, Alhamdulillah tak akan tergantikan karena Engkau berikan ini semua ini cuma-cuma. The Great Artist!

Dalam Kamar Inspirasi Surabaya, 14:19
Oktober, Senen 03-10-11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar